Rabu, 29 Agustus 2018

ASKEP DEMAM TIFOID/TIFUS

ASKEP DEMAM TIFOID/TIFUS
LAPORAN HASIL TUTORIAL
DEMAM TIFOID
KELOMPOK III
FASILITATOR: Ns. Sri Muharni M.Kep
Anggota:
Rahmad  Hidayat
Novia Yunara Restu
Nurhayani
Herma yuwika
Haijah
Esa Irawati
Tiara Amerinta H
Suwarman
Aulia Septiarman
Rahma Denti
Fakultas Kesehatan dan MIPA
Universitas Muhammadiyah Sumatra Barat
2012/2013

DAFTAR ISI
BAB  I PENDAHULUAN
            A.LATAR BELAKANG
            B.RUMUSAN MASALAH
            C.TUJUAN MASALAH
            D.METEDOLOGI PERMASALAHAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III PEMBAHASAN
            A.ISTILAH YANG TIDAK DIPAHAMI
            B.JAWABAN PERTANYAAN
            C.PATOFISIOLOGI
            D.ASUHAN KEPERAWATAN
BAB IV PENUTUP          
            A.KESIMPULAN
            B.SARAN
BAB 1
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah (Simanjuntak, C.H, 2009).

       Beberapa faktor penyebab demam tifoid masih terus menjadi masalah kesehatan penting di negara berkembang meliputi pula keterlambatan penegakan diagnosis pasti. Penegakan diagnosis demam tifoid saat ini dilakukan secara klinis dan melalui pemeriksaan laboratorium. Diagnosis demam tifoid secara klinis seringkali tidak tepat karena tidak ditemukannya gejala klinis spesifik atau didapatkan gejala yang sama pada beberapa penyakit lain pada anak, terutama pada minggu pertama sakit.

B.RUMUSAN MASALAH                                                  
1.      Apakah pengertian Demam Thypoid?
2.      Apakah etiologi Demam Thypoid ?
3.      Bagaimanakah patofisiologi Demam Thypoid?
4.      Bgaimana manifestasi klinis Demam Thypoid?
5.      Apa saja pemeriksaan diagnostik pada pasien Demam Thypoid?
6.      Bagaimanakah diagnosis Demam Thypoid ?
7.      Apa saja klasifikasi Demam Thypoid  ?
8.      Bagaimana penatalaksanaan Demam Thypoid



C. TUJUAN
1.      Menjelaskan  pengertian Demam Thypoid?
2.       Menjelaskan etiologi Demam Thypoid?
3.      Menjelaskan  patofisiologi Demam Thypoid  ?
4.      Menjelaskan  manifestasi klinis Demam Thypoid  ?
5.      Menjelaskan  tanda dan gejala dari Demam Thypoid ?
6.      Menjelaskan  diagnosis Demam Thypoid?
7.      Menjelaskan  klasifikasi Demam Thypoid ?
8.      Menjelaskan  penatalaksanaan Demam Thypoid?

D. METEDOLOGI PERMASALAHAN
1.Mengklarifikasikan hal-hal yang belum diketahui dalam skenario
            Dalam hal ini kelompok akan mendefinisikan istilah-istilah dan konsep yang tidak jelas agar interpretasi terhadap informasi yang tersedia tidak perlu dipertanyaka lagi.
2.Mendefinisikan masalah
            Kelompok harus dapat mencapai kesepakatan agar setiap fenomena yang saling berhubungan dapat dijelaskan.Masalah yang ada dapat dibagi menjadi beberapa sub masalah agar dapat didiskusikan menurut aturan tertentu. Fungsi langkah ini adalah menuntun proses brainstorming (langkah 3) dan juga diskusi selanjutnya.
3.Menganalisa masalah
            Kelompok mencoba menentukan hal-hal yang dipikirkan oleh anggotanya.Apa yang mereka ketahui atau apa yang mereka anggap mereka ketahui tentang proses dan mekanisme yang mendasari masalah tersebut.Melalui teknik-teknik brainstorming ini,pengetahuan yang ada sebelumnya diaktifasi agar dasar diskusi tersedia.
4.Membuat daftar penjelasan-penjelasan yang dapat diterima
            Ide-ide dari langkah ke-3 disusun dan diperhatikan secara kritis . Pandangan-pandangan yang sepertinya seragam dikelompokkan bersama sebagai satu kesatuan,sementara pendapat yang berbeda disortir ,sehingga akan lebih jelas lagi apa yang masih harus dipelajari.
5.Merumuskan tujuan permbelajaran.
            Pertanyaan –pertanyaan yang muncul selama  atau sebagai hasil analisa masalah harus dijawab agar tercapai pemahaman yang lebih baik.Tujuan pembelajaran yang  telah dirumuskan tersebut merupakan dasar dari kegiatan belajar yang harus dilaksanakan pada tahap berikutnya.Fungsi langkah ini adalah menuntun proses belajat mandiri(aktive learning)
6.Mencari informasi tambahan diluar kelompok (aktive learning)
            Berdasarkan langkah ke-5,siswa diwajibkan mencari dan mengumpulkan informasi pada berbagai sumber acuan (kuliah,perpustakaan internet dan lain-lain).Pada langkah ini mahasiswa belajar untuk mengumpulkan informasi yang relavan guna menguasai masalah.
7.Membuat laporan pada kelompok tentang apa yang di peroleh sewaktu belajar mandiri
            Sesuai tujuan belajar mahasiswa akan mendiskusikan hasil kegiatan belajar mandiri
            Langkah ini memiliki 3 fungsi yaitu:
            -Mengumpulkan informasi dari berbagai sumber hingga setiap kesalahan dapat                   dikoreksi.
            -Mununjukkan dan mendiskusikan hal-hal yang tidak jelas dari bahan yang dipelajari.
            -Memperdalam pengetahuan para siswa dengan cara pertukaran informasi secara    aktif.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.KONSEP DASAR TEORI
A.PENGERTIAN.
Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella (Smeltzer & Bare, 2002). Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi (Mansjoer, A, 2009).

Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis (Sudoyo, A.W., & B. Setiyohadi, 2006). Tifoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, tifoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (Seoparman, 2007).

Tifoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansjoer, A, 2009).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.

B.ANATOMI  FISIOLOGI
Susunan saluran pencernaan terdiri dari : Oris (mulut), faring (tekak), esofagus (kerongkongan), ventrikulus (lambung), intestinum minor (usus halus), intestinum mayor (usus besar ), rektum dan anus. Pada kasus demam tifoid, salmonella typi berkembang biak di usus halus (intestinum minor). Intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada seikum, panjangnya ± 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan yang terdiri dari : lapisan usus halus, lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (muskulus longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).

Usus halus terdiri dari duodenum (usus 12 jari), yeyenum dan ileum. Duodenum disebut juga usus dua belas jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dari bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir yang membukit yang disebut papila vateri. Pada papila vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledikus) dan saluran pankreas (duktus wirsung/duktus pankreatikus).

Dinding duodenum ini mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar brunner yang berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.

Yeyenum dan ileum mempunyai panjang sekitar ± 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah yeyenum dengan panjang ± 2 meter dari ileum dengan panjang 4 – 5 m. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritonium yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesenterika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritonium yang membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas.
Ujung dibawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium ileoseikalis. Orifisium ini diperlukan oleh spinter ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula baukhim yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam asendens tidak masuk kembali ke dalam ileum.
Didalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel, termasuk banyak leukosit. Disana-sini terdapat beberapa nodula jaringan limfe, yang disebut kelenjar soliter. Di dalam ilium terdapat kelompok-kelompok nodula itu. Mereka membentuk tumpukan kelenjar peyer dan dapat berisis 20 sampai 30 kelenjar soliter yang panjangnya satu sentimeter sampai beberapa sentimeter. Kelenjar-kelenjar ini mempunyai fungsi melindungi dan merupakan tempat peradangan pada demam usus (tifoid). Sel-sel Peyer’s adalah sel-sel dari jaringan limfe dalam membran mukosa. Sel tersebut lebih umum terdapat pada ileum daripada yeyenum (Pearce E.C., 2009).
Absorbsi makanan yang sudah dicernakan seluruhnya berlangsung dalam usus halus melalui dua saluran, yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan saluran limfe di sebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vili berisi lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan otot yang diikat bersama jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi oleh epitelium.

Karena vili keluar dari dinding usus maka bersentuhan dengan makanan cair dan lemak yang di absorbsi ke dalam lakteal kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh kapiler darah di vili dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami beberapa perubahan. Fungsi usus halus : Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran – saluran limfe. Menyerap protein dalam bentuk asam amino. Karbohidrat diserap dalam betuk monosakarida. Didalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang menyempurnakan makanan. organ berbentuk buah pir, letaknya dalam sebuah lobus di sebelah permukaan bawah hati, berwarna hijau gelap, berfungsi dalam pencernaan dan penyerapan lemak (Syair, H. 2010).

B.ETIOLOGI
1.96 % disebabkan oleh salmonella typhi, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekuran-kurangnya 3 macam antigen, yaitu :
a. Antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipolisakarida)
b. Antigen (flagella)
c. Antigen VI dan protein membran hialin

2. Salmonella paratyphi A,B,C
3. Feces dan urin yang terkontaminasi dari penderita typus (Wong ,2003).
Kuman salmonella typosa dapat tumbuh di semua media pH 7,2 dan suhu 37oC dan mati pada suhu 54,4oC (Simanjuntak, C. H, 2009).
C.PATOFISIOLOGI
          Kuman Salmonella masuk bersama makanan dan minuman setelah berada dalam usus halus akan mengadakan invasi ke jaringan limfoid pada usus halus dan jaringan limfoid mesentrika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis,kuman lewat pembuluh limfa masuk ke darah menuju organ retikuloendoterial sistem(RES) terutama hati dan limfa. Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke organ tubuh terutama limfa kandung empedu ke rongga usus halus dan menyebabbkan reinfeksi di usus.
            Demam tifoid disebabkan karena salmonella thyposa dan endotoksinnya yang merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya beredar memmpengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang akhirnya menimbulkan gejala demam.

D.MANIFESTASI  KLINIS
v  Nyeri kepala
v  Nyeri perut
v  Mual , muntah
v  Bradikrdi
v  Gejala pada anak :inkubasi antara  5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari
v  Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
v  Demam turun pada minggu keempat,kecuali demam tidak tertangani akan menyebabkan shock,stupor dan koma
v  Ruam muncul pada hari 7-10 dan bertambah pada 2-3 hari

E.PEMERIKSAAN  DIAGNOSTIK      
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

2. Pemeriksaan Sgot Dan Sgpt
Sgot Dan Sgpt pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :

a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.

b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.

c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
5.UjiWidal
            Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita tifoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu: :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
            Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita tifoid.
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman Salmonella typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali pemeriksaan) Gall kultur dengan media carr empedu merupakan diagnosa pasti demam tifoid bila hasilnya positif, namun demikian, bila hasil kultur negatif belum menyingkirkan kemungkinan tifoid, karena beberapa alasan, yaitu pengaruh pemberian antibiotika, sampel yang tidak mencukupi. Sesuai dengan kemampuan SDM dan tingkat perjalanan penyakit demam tifoid, maka ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan biakan ataupositif S.Thypi pada pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titerWidal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O> 1/320, H > 1/640 (pada pemeriksaan sekali) (Widodo, D. 2007).
F. PENATALAKSANAAN
1.     Medis
a. Anti Biotik (Membunuh Kuman) :
1) Klorampenicol
2) Amoxicilin
3) Kotrimoxasol
4) Ceftriaxon
5) Cefixim

b. Antipiretik (Menurunkan panas) :
1) Paracetamol.
2.     Perawatan
a. Observasi dan pengobatan
b. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau kurang lebih dari selam 14 hari. MAksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perforasi usus.
c. Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
d. Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubahss pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia dan dekubitus.
e. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi konstipasi dan diare.
3.      Diet
a. Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim
d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari (Smeltzer & Bare. 2002).
G.KOMPLIKASI
1.      Komplikasi demam tifoid dibagi dalam :
 Komplikasi Intestinal
a. Pendaraha usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
2.      Komplikasi ektra-intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler. Kegagalan sirkulasi perifel (renjatan sepsis) miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah. Anemia hemolitik, trombositoperia dan sidroma uremia hemolitik.
3.       Komplikasi paru. Pneumonia, emfiema, dan pleuritis
4.      Komplikasi hepar dan kandung empedu, Hepatitis dan kolesistitis
5.       Komplikasi ginjal. Glomerulonefritis, periostitis, spondilitis, dan arthriti
6.       Komplikasi neuropsikiatrik. Delirium, meningismus, meningistis, polyneuritis perifer, sindrom, katatoni (Widodo, D. 2007).







BAB III
PEMBAHASAN
Skenario 4
An.B (7th) dibawa ke RS dengan keluhan demam sejak 5 hari yang lalu,nyeri kepala,anoreksia,mual,muntah,diare hingga 8x/hari. Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan S 40C,N110x/mnt. Lidah kering,dilapisi selaput tebal keputihan,dibagian belakang tampak lebih pucat,dibagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Splenomegali (+).uji widal titer O>1/160.titer H>1/160. Klien mendapatkan  terapi klorampenikol 3x1,PCT 3x1,RL/6 jam.
Ø  Istilah yang tidak dimegerti.
1.      Anoreksia
Kehilangan nafsu makan
2.      Uji widal
Tes yang dilakukan mendeteksi adanya antigen bakteri salmonalla typhi dalam serum pasien yang dapat menyebabkan demam thypoid
3.      Titer
Kepekatan suatu unsur dalam larutan
4.      Klorampenikol
Sejenis obat bakterionalis mikroba

Ø  Per tanyaan
1)      Apakah penyakit ini terjadi pada usia anak-anak ?
2)      Apakah ada terapi lain untuk klien selain klorampenikol?
3)      Apa penyebab lidah pasien mengalami kering yang dilapisi selaput tebal putih?
4)      Apa penyebab splenomegali?
5)      Apa penyebab klien mual muntah,nyeri kepala,diare?
6)      Apa diagnosa medis?
7)      Apa penyebab demam?



Ø  Jawaban
1)      Tidak,dapat terjadi pada semua usia,karena bakteri salmonella thypi masuk ke usus halus sehingga menyebabkan demam.
2)      Ada,yaitu tiamfenikol,cotrimoxazole,amphixilin,dan amoxilin,kortikosteroid.
3)      Endotoksin yang masuk kedalam pembuluh darah kapiler,menyebabkan reseola pada kulit dan lidah.
4)      Kuman yang masuk ke saluran pencernaan tersebut menyebabkan peradangan dan nekrosis,kuman lewat pembuluh limfe masuk kedarah menuju organ RES terutama hati dan limfa.
5)      Salmonella yang berkembang biak di hati dan limfa terjadi pembengkakan menekan lambung sehingga terjadi rasa mual,penyebab diare karena masuknya kuman.
6)      Demam thypoid.
7)      Karena terjadi infeksi.

ASUHAN KEPERAWATAN
·        Pengkajian

·         Identitas pasien
Ø  Nama                      : An. B
Ø  Umur                      : 7th
Ø  Jenis kelamin          :
Ø  Alamat                    : -

·         Diagnosa medis : Demam Thypoid

·         Riwayat penyakit dahulu:
·         Riwayat penyakit sekarang:
An.B (7th) dibawa ke RS dengan keluhan demam sejak 5 hari yang lalu,nyeri kepala,anoreksia,mual,muntah,diare hingga 8x/hari.

·         Riwayat penyakit keluarga: -

·         Masalah psikososial: -

·         Masalah spiritual: -

·        Pemeriksaan fisik (Head to toe ):
a.      Head/kepala :
§  Rambut  : -
§  Mata       : -
§  Telinga               : -
§  Hidung   : -
§  Mulut     : -
§  Leher      : -

b.      Thorax/dada  :
§  Inspeksi     : -
§  Palpasi       : -
§  Perkusi      : -
§  Auskultasi : -
c.       jantung /kardiovaskuler :
I,P,P,A

d.      abdomen /perut :
§  I      : distensi abdomen
§  A      : bising usus tidak terdengar
§  P     :spenomegali
§  P     :tympani
e.       Genitalia / kelamin :regeditas difus

f.       Upper extermitas /ektermitas atas  : -

g.      Low extermitas /ektermitas bawah : -

h.      Ttv :
ü TD ,
ü N 110x/I,
ü S 40 C,
ü RR 27 X/i

·         Data penunjang:
Uji widal titer O>1/160,titer H > 1/160



·         Analisa data:
No
Data
Etiologi
Masalah
1
Ds :
An.B (7th) dibawa ke RS dengan keluhan demam sejak 5 hari yang lalu

Do :
S 40C, PCT 3x1, Uji widal titer O>1/160,titer H > 1/160

Bakteri salmonella thypi

Kontaminasi makanan& minuman,kebersihan diri (- )


 Masuk ke saluran cerna

lambung


sebagian lolos dari as.lambung


bakteri masuk ke usus halus


pembuluh limfe


peredaran darah
                       

masuk ke RES


Aliran darah


Endotoksin


Terjadi kerusakan sel


Merangsang pelepasan zat pirogen oleh leukosit


Zat pirogen beredar dalam darah


prostaglandin


mempengaruhi SSP(hipotalamus)pusat termuregulator


HIPERTERMI
hipertermi
2
Do : RL/6 Jam

DS:diare hingga 8x/menit
bakteri masuk ke usus halus


pembuluh limfe


peredaran darah
                       

masuk ke RES


sebagian menetap & hidup di ileum

peningkatan mobilitas usus


peningkatan peristaltik usus

DIARE
DIARE
3
DS : anoreksia,mual dan muntah

DS : splenomegali
masuk ke RES
pada limfa


berkembangbiak di  limfa

splenomegali


perasaan tidak nyaman di perut

anoreksia,mual dan muntah

kurang pasokan nutrsi


ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


·        Diagnosa keperawatan dan intervensi.
1)     Hipertermi b.d proses penyakit d.d suhu 40 c
Intervensi :
§   Pantau IWL
§   Pantau suhu tubuh 3 jam sekali
§  Pantau wbc,hb dan ht
§  Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya mengigil
§  Kolaborasi pemberiav PCT 3x1,Klorampenikol 3x1


2)     Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d faktor biologis d.d anoreksia,mual & muntah.
Intervensi :
§  Pantau mual dan muntah
§  Pantau Status nutrisi
§  Kaji intake dan output cairan pasien
§  Kaji adanya alergi makanan
§  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang di butuhkan pasien
§  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe

3)     diare b.d proses penyakit d.d diare 8x/hari
Intervensi :
§  evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrotinal.
§  Observasi tugor kulit
§  Evaluasi intake makanan
§  Pantau bab pasien
§  Hubungi dkter bila terjadi kenaikan bising usus
§  Instruksi pasien/keluarga untuk mencatat warna ,jumlah,frekuensi dan konsistensi dari feses

·        EVALUASI
§  Pasien tidak mengalami diare.
§  Suhu kembali normal.
§  Nadi dan RR kembali normal.
§  Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing.
§  Nutrisi pasien tercukupi/normal



















PATHWAY DEMAM TIFOID
    Bakteri salmonella thypi             Kontaminasi makanan& minuman,kebersihan diri (- )
Masuk ke saluran cerna

                                                                     lambung                          sebagian dimusnahkan HCL

sebagian lolos dari  HCL
MK : resiko infeksi

bakteri masuk ke usus halus

pembuluh limfe

peredaran darah

masuk ke RES

               lamina propia                                sebagian menetap hidup dan hidup di ileum                         aliran darah

           berkembang biak                                       /           mobilitas usus                                                 endotoksin
          dihati dan limfa
                                                                            /             peristaltik usus                                            terjadi kerusakan sel
Pembesaran           pembesaran                                                                                            
MK : diare
MK: konstipasi
    Hati                       Limfa                                                                                                              merangsang pelepasan
                                                                                                                                               Zat pirogen oleh leukosit
Hepatomegali       splenomegali                                                 tubuh kehilangan cairan        
MK : defisit volume cairan
                                                                                                                                                     Pirogen beredar dalam darah    
   Perasaan tidak nyaman diperut                                                                                                              (prostaglandin)
                                                                                                                                                            Mempengaruhi SSP
MK : hipertermi              
     Anoreksia,mual & muntah                                                                           (hipotalamus)  pusat termuregulator
                                                                                                                                       
Kurang pasokan nutrisi(lemah,lesu,pucat)                                                                    Vasokontriksi pembuluh darah
MK :ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kbthn
                                                                                                                                                               Lapisan otak
MK : kurang pengetahuan
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                Kurang informasi                                  Nyeri kepala
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella (Smeltzer & Bare, 2002). Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi (Mansjoer, A, 2009).
Beberapa faktor penyebab demam tifoid masih terus menjadi masalah kesehatan penting di negara berkembang meliputi pula keterlambatan penegakan diagnosis pasti. Penegakan diagnosis demam tifoid saat ini dilakukan secara klinis dan melalui pemeriksaan laboratorium. Diagnosis demam tifoid secara klinis seringkali tidak tepat karena tidak ditemukannya gejala klinis spesifik atau didapatkan gejala yang sama pada beberapa penyakit lain pada anak, terutama pada minggu pertama sakit.













Daftar Pustaka
            Smeltzer,suzanna C,Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,Brunner dan suddarth.
            Nanda Internasional,Diagnosis Keperawatan definisi dan Klasifikasi EGC,2009 -2011
            Diagnosa Keperawatan Nanda,NIC-NOC Nursing
            Searching Google
            Analisis mahasiswa



Diposkan oleh rachmad hidayat di Jumat, Oktober 04, 2013
Reaksi:

Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Bagikan ke Pinterest

1 komentar:

Ace Maxs8 Juni 2015 23.05
informasi yang sangat bermanfaat, terimakasih banyak..

http://landongobatherbal.com/obat-herbal-penyakit-tipes/

Rabu, 22 Agustus 2018

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Influenza

A. Pengertian
Influenza adalah : Suatu penyakit infeksi akut saluran pernapasan terutama ditandai oleh demam, menggigil sakit otot, sakit kepala dan sering disertai pilek, sakit tenggorokan dan batuk non produktif.

B. Etiologi.
Penyebab dari influenza adalah virus influenza. Ada tiga tipe yakni tipe A, B dan C. Ketiga tipe ini dapat dibedakan dengan complement fixation test. Tipe A merupakan virus penyebab influenza yang bersifat epidemik. Tipe B biasanya hanya menyebabkan penyakit yang lebih ringan daripada tipe A dan kadang-kadang saja sampai mengakibatkan epidemik. Tipe C adalah tipe yang diragukan patogenesisnya untuk manusia, mungkin hanya menyebabkan gangguan ringan saja. Virus penyebab influenza merupakan suatu orthomyxovirus golongan RNA


Struktur antigenik virus influenza meliputi antara lain 3 bagian utama yaitu : Antigen S (soluble Antigen), hemaglutinin dan Neuramidase. Antigen S merupakan suatu inti partikel virus yang terdiri atas ribonuldeoprotein. 

Antigen ini spesifik untuk masing-masing tipe. Hemaglutinin dan neuramidase berbentuk seperti duri dan tampak menonjol pada permukaan virus. Hemaglutinin diperlukan untuk lekatnya virus pada membran sel penjamu sedangkan neuromidase diperlukan untuk pelepasan virus dari sel yang terinfeksi.

C. Patofisiologi
Virus influenza A, B dan C masing-masing dengan banyak sifat mutagenik yang mana virus tersebut dihirup lewat droplet mukus yang terarolisis dari orang-orang yang terinfeksi. Virus ini menumpuk dan menembus permukaan mukosa sel pada saluran napas bagian atas, menghasilkan sel lisis dan kerusakan epithelium silia.
Neuramidase mengurangi sifat kental mukosa sehingga memudahkan penyebaran eksudat yang mengandung virus pada saluran napas bagian bawah. Di suatu peradangan dan nekrosis bronchiolar dan epithelium alveolar mengisi alveoli dan exudat yang berisi leukosit, erithrosit dan membran hyaline. Hal ini sulit untuk mengontrol influenza sebab permukaan sel antigen virus memiliki kemampuan untuk berubah. Imunitas terhadap virus influenza A dimediasi oleh tipe spesifik immunoglobin A (lg A) dalam sekresi nasal. Sirkulasi lg G juga secara efektif untuk menetralkan virus. Stimulus lg G adalah dasar imunisasi dengan vaksin influenza A yang tidak aktif.

Setelah nekrosis dan desquamasi terjadi regenerasi epithelium secara perlahan mulai setelah sakit hari kelima. Regenerasi mencapai suatu maximum kedalam 9 sampai 15 hari, pada saat produksi mukus dan celia mulai tamapk. Sebelum regenerasi lengkap epithelium cenderung terhadap invasi bakterial sekunder yang berakibat pada pneumonia bakterial yang disebabkan oleh staphiloccocus Aureus.

Penyakit pada umumnya sembuh sendiri. Gejala akut biasanya 2 sampai 7 hari diikuti oleh periode penyembuhan kira-kira seminggu. Penyakit ini penting karena sifatnya epidemik dan pandemik dan karena angka kematian tinggi bersama sekunder. Resiko tinggi pada orang tua dan orang yang berpenyakit kronik.

D. Manifestasi klinik.
Pada umumnya pasien mengeluh demam, sakit kepala, sakit otot, batu, pilek dan kadang-kadang sakit pada waktui menelan dan suara serak. Gejala-gejala ini dapat didahului oleh perasaan malas dan rasa dingin.


E. Komplikasi.
Viral pneumonia primer
Ditandai dengan dyspnea, cyanosis, hemoptysis
Bacterial pneumonia sekunder
Ditandai dengan : dyspnea, cyanosis, hemoptysis dan sputum berdarah. 


RANTAI KEJADIAN DALAM PENYEBARAN INFLUENZA
  • Kejadian
  • Agent Etiologi
  • Reservoir
  • Transmisi
  • Periode inkubasi
  • Periode kommunicabilitas
  • Kelemahan dan resisten
  • Lapor pada dinas kesehatan setempat
  • Menyebar dalam pandemik, epidemik, penyakit menular setempat dan kasus-kasus sporadik ; tinggi pada musim dingin pada zona temperatur.
  • Tiga tipe virus (A, B dan C) masing-masing dengan sifat turunan.
  • Manusia ; beberapa mamalia dicurigai sebagai sumber sifat-sifat turunan virus.
  • Transmisi langsung oleh inhalasi virus dalam nukus kotor yang berterbangan.
  • 24-27 jam.
  • 3 hari dari symptom onset/serangan.
  • Universal : infeksi menghasilkan imunitas terhadap suatu sifat turunan spesifik virus, tetapi durasi imunitas tergantung pada simpanan antigenic pada sifat turunan.
  • Laporan kasus-kasus mandatory/yang diperintahkan.
F. Penularan.
Penularan influenza secara alami berasal dari percikan ludah saat bersin atau batuk. Penyebaran dapat pula berasal dari kontak langsung dan kontak tak langsung.



Virus influenza B menyebar dalam waktu 1 hari sebelum gejala timbul tetapi pada kasus influenza A baru tampak setelah 6 hari.penyebaran virus influenza pada anak berlangsung selama kurang dari 1 minggu pada influenza A dan sampai 2 minggu pada infeksi influenza B. masa inkubasi influenza berkisar dari 1 sampai 7 hari tetapi umumnya berlangsung 2 sampai 3 hari.G.

 PencegahanYang paling pokok dalam menghadapi influenza adalah pencegahan. Infeksi dengan virus influenza akan memberian kekebalan terhadap reinfeksi dengan virus yang homolog. 
Karena sering terjadi perubahan akibat mutasi gen, antigen pada virus influenza akan berubah, sehingga seorang msih mungkin diserang berulang kali dengan galur (stain) virus influenza yang telah mengalami perubahan ini.



Kekebalan yang diperoleh melalui vaksinasi terdapat pada sekitar 70%. Vaksinasi perlu diberikan 3 sampai 4 minggu sebelum terserang influenza. Karena terjadi perubahan-perubahan pada virus maka pada permulaan wabah influenza biasanya hanya tersedia vaksin dalam jumlah terbatas dan vaksin direkomendasikan untuk kelompok tertentu yang mempunyai resiko meningkatnya komplikasi influenza : mereka yang berusia lebih dari 65 tahun, mereka dengan penyakit yang kronik seperti kardiovaskuler, diabetes melitus, immunosupresi atau disfungsi ginjal, anemia berat dan pilmonal. Mereka ini dianjurkan untuk diberikan vaksin setiap tahun menjelang musim dingin atau musim hujan. Bagi pasien yang sedang menderita demam akut sebaiknya ditunda pemberian vaksin sampai keadaan membaik.
H. Studi diagnostik
  • Test Diagnostik
  • Penemuan
  • Tes Laboratorium
  • Kultur jaringan nasal atau sekret pharyngeal.
  • Positif untuk virus infuenza
  • Kultur sputum.
  • Positif untuk bakteri pada infeksi sekunder
  • Fluorescent antibody yang mengotori sekret.
  • Positif untuk virus infuen
  • Hemagglutination inhibition or complement fixation test
  • Meningkat 4 x pada antibody antara tahap akut dan pemulihan.
  • Urinalysis
  • Albuminuria
  • Kecepatan sedimentasi meninggi
  • Erythrosit
  • Jumlah WBC
  • Leukopenia (< 5000 mm3) atau leukositosis (11.000-15.000 mm3).
  • Hemoglobin
  • Meningkat
  • Hematocrit
  • Meningkat
I. Therapy obat
Antipyretic : ASA 600 mg secara oral, 4 jam bagi dewasa; acetaminophen bagi anak-anak.
Agent adrenergic : Phenylephrine (Neo-Synephrine), 0,25%, 2 tetes pada tiap-tiap nostril bagi kongesti nasal.

Agent antitussive : Terpin hydrat dengan codeine, 5-10 ml PO q 3-4 jam untuk dewasa apabila batuk.
Agent antiinfektif : Amantadine 100 mg PO atau untuk durasi epidemic (3-6 minggu) untuk orang-orang beresiko tinggi berumur diatas 9 tahun bisa juga diberikan kepada orang-orang berumur diatas 65 tahun tetapi takaran dikurangi untuk orang dengan gagal fungsi.

Imunisasi aktif : Vaccine, 0,5ml IM untuk dewasa; 0,25 ml untuk bayi 6-35 bulan; 0,5 ml IM untuk anak-anak 3-12 tahun; untuk bayi dan anak-anak berikan 2 dosis pada interval 4 minggu. Vaksin ini harus diulangi secara tahunan pada individu-individu yang sudah tua, orang-orang dewasa yang sakit kronis, anak-anak dengan jantung kronis atau penyakit pulmonary, perawatan rumah penduduk dan fasilitas-fasilitas pelayanan kronis, dan penyediaan pelayanan kesehatan dengan mengontak pasien-pasien beresiko tinggi.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Kepala dan leher
Observasi :
  • Memungkinkan adanya konjungtivitis.
  •  Wajah memerah
  •  Kemungkinan adanya lymphadenopathy cervival anterior
  •  Sakit kepala, photophobia dan sakit retrobulbar
b. Pernapasan
Observasi :
Mulanya ringan : sakit tenggorokan; substernal panas; batuk nonproduktif; coryza.
Kemudian : batuk keras dan produktif; erythema pada langit-langit yang lunak, langit-langit yang keras bagian belakang, hulu kerongkongan/tekak bagian belakang, peningkatkan RR, rhonchi dan crackles.
c. Abdominal
Observasi : Anorexia dan malaise (rasa tidak enal badan).
d. Neurologi
Observasi : Myalgia khususnya pada punggung dan kaki.
e. Suhu tubuh
Observasi : Tiba-tiba serangan demam (380 hingga 390C <>0 hingga 1030F) yang secara bertahap turun dan naik lagi pada hari ketiga.
2. Diagnosa
1) Inefektif perubahan jalan napas b.d obstruksi brhonchial
Data Subyektif :
Data Obyektif : Rhonchi, crackles (rales), tachypnea, batuk (mulanya non-produktif, kemudian produktif), demam.
2) Kurang volume cairan b.d hyperthermia dan intake yang inadekuat.
Data Subyektif : Keluhan-keluhan haus dan anorexia
Data Obyektif : Hyperthemia (380-390C; 1020-1030F), wajah memerah; panas, kulit kering; mukosa membran dan lidah kering; menurunnya output urine b.d kehilangan berat badan
3) Intoleransi terhadap aktivitas b.d adanya kelemahan.
Data Subyektif : Keluhan myalgia, kelelahan, sakit kepala dan photophobia
Data Obyektif : Menurunnya tingkat aktivitas
4) Hyperthermia b.d proses inflamatory
Data Subyektif : Keluhan rasa panas.
Data Obyektif : Meningkatnya suhu tubuh (380-390C; 1020-1030F) kulit kering dan panas.
3. Perencanaan
Tujuan-tujuan pasien
a. Jalan udara pasien akan menjadi tetap dengan bunyi napas jelas.
b. Volume cairan pasien akan menjadi adekuat.
c. Pasien akan mampu untuk melakukan aktivitas harian tanpa kelemahan.
d. Suhu tubuh pasien akan berada dalam batas normal.
4. Implementasi
a. Inefektif perubahan jalan napas b.d obstruksi brhonchial.
Intervensi :
ô Auskultasi paru-paru untuk rhonchi dan crackles
R/ Menentukan kecukupan pertukaran gas dan luasan jalan napas terhalangi oleh sekret.
ô Kaji karakteristik sekret : kuantitas, warna, konsistensi, bau.
R/ Adanya infeksi yang dicurigai ketika sekret tebal, kuning atau berbau busuk.
ô Kaji status hidrasi pasien: turgor kulit, mukosa membran, lidah, intake dan output selama 24 jam, hematocrit.
R/ Menentukan kebutuhan cairan. Cairan dibutuhkan jika turgor kulit jelek. Mukosa membran lidah dan kering, intake< output, hematocrit tinggi.
ô Bantu pasien dengan membatuk bila perlu.
R/ Membatuk mengeluarkan sekret.
ô Posisi pasien berada pada body aligment yang benar untuk pola napas optimal (kepala tempat tidur 450, jika ditoleransi 900).
R/ Sekresi bergerak oleh gravitasi selagi posisi berubah. Meninggikan kepala tempat tidur menggerakan isi abdominal menjauhi diaphragma untuk meningkatkan kontraksi diaphragmatis.
ô Menjaga lingkungan bebas allergen (misal debu, bulu unggas, asap) menurut kebutuhan individu.
R/ Sekresi bergerak oleh gravitasi selagi posisi berubah. Meninggikan kepala tempat tidur menggerakan isi abdominal menjauhi diaphragma untuk meningkatkan kontraksi diaphragmatis.
ô Tingkatkan kelembaban ruangan dengan dingin ringan.
R/ Melembabkan dan menipiskan sekret guna memudahkan pengeluarannya.
ô Berikan decongestans (NeoSynephrine) seperti pesanan.
R/ Memudahkan pernapasan melalui hidung dan cegah kekeringan membran mukosa oral.
ô Mendorong meningkatkan intake cairan dari 1 ½ sampai 2 l/hari kecuali kontradiksi.
R/ Mencairkan sekret sehingga lebih mudah dikeluarkan.
b. Kurang volume cairan b.d hyperthermia dan intake yang inadekuat.
Intervensi :
 Timbang pasien
R/ Periksa tambahan atau kehilangan cairan.
ô Mengukur intake dan output cairan.
R/ Menetapkan data keseimbangan cairan.
ô Kaji turgor kulit.
R/ Kulit tetap baik berkaitan dengan inadekuat cairan interstitial.
ô Observasi konsistensi sputum.
R/ Sputum tebal menunjukkan kebutuhan cairan.
ô Observasi konsentrasi urine.
R/ Urine terkonsentrasi mungkin menunjukkan kekurangan cairan.
ô Monitor hemoglobin dan hematocrit.
R/ Peninggian mungkin menunjukkan hemokonsentrasi tepatnya kekurangan cairan.
ô Observasi lidah dan mukosa membran.
R/ Kekeringan menunjukkan kekurangan cairan.
ô Bantu pasien mengidentifikasi cara untuk mencegah kekurangan cairan.
R/ Mencegah kambuh dan melibatkan pasien dalam perawatan.
c. Intoleransi terhadap aktivitas b.d adanya kelemahan.
Intervensi :
ô Observasi respon terhadap aktivitas.
R/ Menentukan luasan toleransi.
ô Identifikasi faktor-faktor yang mendukung aktivitas intoleransi, misal demam, efek samping obat.
R/ Menghilangkan faktor-faktor kontribusi mungkin memecahkan aktivitas intoleran.
ô Kaji pola tidur pasien.
R/ Kurang tidur kontribusi terhadap kelemahan.
ô Periode rencana istirahat antara aktivitas.
R/ Mengurangi kelelahan.
ô Lakukan aktivitas bagi pasien hingga pasien mampu melakukannya.
R/ Penuhi kebutuhan pasien tanpa menyebabkan kelelahan.
d. Hyperthermia b.d proses inflamatory.
Intervensi :
ô Ukur temperatur tubuh.
R/ Menunjukkan adanya demam dan luasannya.
ô Kaji temperatur kulit dan warna.
R/ Hangat, kering, kulit memerah menunjukkan suatu demam.
ô Monitor jumlah WBC.
R/ Indikasi leukopenia dibutuhkan untuk melindungi pasien dari infeksi tambahan. Leukocytosis menujukkan suatu inflamatory atau adanya proses infeksi.
ô Ukur intake dan output.
R/ Tentukan keseimbangan cairan dan perlu meningkatkan intake.
ô Berikan antipiyretic seperti dipesan.
R/ Kurangi demam melalui tindakan pada hypothalmus.
ô Tingkatkan sirkulasi udara dalam ruangan dengan fan.
R/ Memudahkan kehilangan panas oleh konveksi
ô Berikan sebuah permandian dengan spon hangat/suam-suam.
R/ Memudahkan kehilangan panas oleh evaporasi.
ô Kenakan sebuah kantong es yang ditutup dengan sebuah handuk pada axilla atau selangkang.
R/ Memudahkan kehilangan panas oleh konduksi.
ô Selimuti pasien hanya dengan seperei.
R/ Mencegah kedinginan; mengigil akan meningkatkan lebih lanjut kecepatan metabolis.

5. Evaluasi
Hasil Pasien
Data Yang Menunjukkan Bahwa Hasil Dicapai
Jalan napas patent
Jalan napas bersih dan pernapasan berlangsung tanpa hambatan. Tidak ada batuk. Bunyi napas jelas.
Volume cairan berada dalam batas-batas normal.
Intake cairanmeningkat. Kulit lembab. Membran mukosa oral lembab. Hemoglobin = 15,5 ± 1,1 g/dl untuk pria. 13,7 ± 1,0 g/dl untuk wanita. Hematocrit = 42%-50% untuk pria, 35%-47% untuk wanita. Output urine normal dengan konsentrasi normal. Tidak ada albuminuria.
Aktivitas dilakukan tanpa kelelahan atau ketidaknyaman.
Pasien menunjukkan kemampuan untuk melakukan aktivitas harian tanpa kelelahan atau ketidak nyamanan.

 Tenaga pulih.
Suhu badan dalam batas normal.
Suhu tubuh normal 380C (98,60F).

6. Pendidikan Pasien.
1. Mendorong pasien untuk mempertahankan bed rest selama 2-3 hari setelah suhu kembali normal.
2. Ajari pentingnya minum paling kurangnya sehari 2/4 cairan guna meneruskan sekret mudah dikeluarkan.
3. Instruksikan pasien untuk memberitahukan dokter tentang gejala-gejala infeksi tahap kedua, termasuk sakit telinga, purulent atau sputum berdarah, sakit dada atau demam.
4. Beri informasi tentang obat yang diresepkan seperti nama, dosis, tindakan, frekuensi pemakaian dan efek samping.
5. Mendorong orang-orang beresiko tinggi untuk mendapatkan vaksin influenza sebelum musim flu mulai.

DAFTAR PUSTAKA
Wilson F. Susan, dkk, (1990) “Respiratory Disorders” by Mosby-Year Book. Inc.
Grimes E. Deanne, dkk, (1990) “Infectious Diseases” Clinical Nursing Series by Mosby-Year Book. Inc
Noer Sjaifoellah, (1996) “Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam“ Jilid I, Edisi 3, Jakarta.
 

© 2013 Education Files. All rights resevered. Designed by Templateism | Blogger Templates

Back To Top